Eks menlu: tiga hal yang perlu diperhatikan untuk mengisi posisi dubes
Beijing – Mantan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda berbagi tiga poin penting yang harus diperhatikan dalam penempatan duta besar (dubes) untuk berbagai negara.
“Saya berbicara bukan hanya dalam konteks pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, tetapi juga saat Presiden Joko Widodo. Pertama, penting untuk menaruh individu yang tepat untuk menjalankan tugas, sesuai dengan tantangan yang dihadapi,” kata Hassan Wirajuda kepada cvtogel di Beijing, Rabu (2/7).
Pada Senin (30/6), Menteri Luar Negeri Sugiono mendapat kritik dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR RI karena banyak jabatan dubes di negara-negara penting yang masih kosong.
Beberapa posisi dubes Indonesia yang tidak terisi berada di Amerika Serikat, Jerman, Korea Utara, sebagai Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di markas PBB di Jenewa dan New York. Selain itu, terdapat juga posisi dubes untuk Meksiko, Afghanistan, Azerbaijan, Libya, Madagaskar, Myanmar, dan Polandia yang kosong.
“Saat saya dan presiden menentukan penugasan dubes, kami membahas terlebih dahulu tentang misi kami di suatu negara untuk 3-5 tahun ke depan. Kondisi negara tujuan pasti berubah, jadi kami menganalisis apa yang menjadi kepentingan nasional kami untuk periode tersebut,” tambah Hassan.
Kedua, pemerintah perlu merumuskan kepentingan nasional yang harus dicapai, termasuk analisis mengenai kriteria yang dibutuhkan untuk dubes dalam melaksanakan tugasnya.
“Baru setelah itu, kita membahas siapa yang cocok untuk posisi tersebut. Jadi, ini adalah langkah yang sistematis dan penting untuk memahami misi Indonesia di negara yang bersangkutan,” jelas Hassan.
Kekosongan dalam posisi dubes bisa mengurangi efektivitas diplomasi Indonesia.
“Hasil dari diplomasi Indonesia terletak pada perwakilan-perwakilan di seluruh dunia,” ujar Hassan.
Kekosongan posisi dubes Indonesia di AS, menurut Hassan, membuat diplomasi Indonesia terhadap AS menjadi lemah, terutama di tengah penerapan tarif unilateral AS saat ini.
“Posisi yang penting seperti di Washington DC juga sering berganti. Dubes di sana biasanya bertugas hanya dalam waktu singkat, ada yang selama 6 bulan atau 1 tahun sudah dipanggil pulang. Mungkin AS bertanya-tanya, bagaimana Indonesia memandang mereka? Sebab, berbeda dengan negara lain, dubes di Washington harus menghubungkan dengan pemerintah, kongres, berbagai lembaga pemikir, universitas, dan masyarakat yang kritis,” jelas Hassan.
Hassan menegaskan, posisi dubes di Washington DC perlu diisi oleh orang yang terampil dalam diplomasi, bukan sekadar berdasarkan pertimbangan politik.
“Di tengah masalah tarif sekarang, tidak ada yang memimpin dengan baik. Memang ada delegasi dari Jakarta yang dipimpin oleh menteri koordinator, tetapi siapa yang mengatur pertemuan dan menindaklanjuti hasil diskusi? Tidak ada karena kekosongan dubes,” tambah Hassan.
Khusus untuk posisi Dubes AS, kursi tersebut telah kosong sejak 2023 setelah Rosan Roeslani meninggalkan jabatan itu. Sekarang, Rosan menjabat sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi, serta Kepala Badan Pelaksana BPI Danantara.
Sementara itu, posisi dubes RI untuk Jerman juga belum terisi sejak Oktober 2024, karena Arif Havas Oegroseno yang sebelumnya menjabat berganti posisi menjadi Wakil Menteri Luar Negeri.
Menlu Sugiono mengakui adanya kesalahan yang menyebabkan beberapa jabatan dubes RI tetap kosong, seperti yang diungkapkan dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR.
Sugiono berjanji pemerintah akan segera mengusulkan nama-nama dalam dua hari kepada DPR.